Rain and Tears


image

[pkscibitung/SB]-Rain and Tears salah satu judul tembang lawas yang pernah populer. Kini rain pun masih banyak diperbincangkan. Ada banyak yang komentar tentang rain. Mulai dari gubernur sampai tukang nasi goreng, terlebih kicaun di twitter dan status-status facebook.

Rain sejatinya adalah anugerah. Sudah keharusan bahwa segala bentuk anugerah patut disyukuri, termasuk rain. Lalu mengapa rain menjadi bencana? Siapa yang salah? Memang tunjuk hidung siapa yang salah kerap kita temukan saat musibah terjadi, termasuk banjir.

Rain yang beberapa hari guyur Jakarta, ternyata menyajikan gelombang kepedulian yang tak pernah putus, perjuangan orang-orang yang peduli, yang bukan bekerja karena tahun politik, bulan politik atau hari politik. Bagi mereka hari-hari adalah kepedulian, hari-hari adalah kerja, hari-hari adalah cinta dan wajar kalau ada harmoni irama yang dekat dengan rakyat, bukan disaat suka saja, namun disaat duka, di saat Tears menetes, mereka selalu hadir.

Mereka ingin menghapus Tears pada warga yang terkena musibah banjir. Hadirnya orang-orang yang masih punya jiwa melayani dan terus bekerja dan membantu masyarakat walau mendapat cibiran dan bully. Dengan kerja, cinta dan harmoni. Barisan kepedulian sambangi rumah-rumah warga yang terendam banjir. Kini dipelupuk mata warga ada gelombang pelangi harapan, bahwa masih ada orang-orang yang datang menghapus Tears mereka. Tak banyak orang-orang seperti kamu dan lagi-lagi kamu yang datang saat kita tertimpa musibah, begitu ucapan dari salah seorang warga menyampaikan rasa kekagumannya pada penulis.

Rain and Tears, hujan dan air mata, bagiku tidak sama meski sama-sama air. Ketika hujan turun kita tak dapat bertanya pada hujan, tetapi ketika air mata tumpah, kita bisa bertanya pada yang menangis, apakah tangismu duka atau tangis suka? Jika tangis duka, kami akan datang untuk menghapus air matamu dan menggantikannya menjadi keceriaan.

Tua, muda, kaya, miskin, apapun etnisnya, apapun partainya, kami hadir ingin menghapus dukamu, ingin menghapus kekecewaan yang tengah kau hadapai disaaat musibah. Kami bekerja bukan karena mabuk pujian, pun kami selalu membantu dalam tiap bencana, meski tak sedikit yang mencibir, namun kami masih bisa tersenyum karena ada lebih banyak lagi warga yang mengharapkan agar aksi kepedulian diteruskan. Bicara dengan kerja nyata memang bahasa yang paling dipahami masyarakat dan kita merasakan kedekatan dengan masyarakat melalui bicara dengan kerja.

Semoga bahasa kerja semakin menguatkan cinta kita, sehingga harmoni ini tetap terjaga sepanjang masa dan peradaban dunia bisa kita mulai dari Indonesia.

“Ini zaman ketidakpercayaan, bicara saja dengan kerja..,” begitu pesan Anis Matta. (*Joy)

Posted by: SahabatBaik

Tinggalkan komentar