Muswil dan Musda PKS Serentak: Anomali di Dunia yang Semakin Bergetah


Muswil serentak

Apa yang membuat publik apolitis? Saya berkesimpulan, salah satunya karena geram menyaksikan tingkah polah politisi saat menghelat pergantian kepemimpinan di partainya. Baik di level pusat, provinsi, daerah hingga kecamatan.

Publik kecewa melihat pemandangan yang tak elok. Ada kursi melayang, saling menjatuhkan dan seterusnya. Bisa jadi masyarakat bergumam: mengurus partai saja tak becus, apalagi mengelola Negara.

Kemarin, Ahad (27/12) dan hari ini, Senin (28/12), kita disajikan fenomena tak biasa. Yakni perhelatan Musyawarah Wilayah (Muswil) dan Musyawarah Daerah (Musda) PKS serentak se-Indonesia. Prosesnya berlangsung adem dan tenang.
Sebelumnya, di Munas PKS pada Oktober lalu juga demikian.

Ini tentu saja sebuah keanehan. Jika boleh meminjam istilah Dahlan Iskan, ini anomali di dunia yang bergetah. Istilah ini digunakan Dahlan pada 1998 saat menyaksikan deklarasi Partai Keadilan, cikal bakal PKS. Tulis Dahlan:

Yang kita tunggu, bagaimana ketika mereka bertekad untuk berkiprah di panggung politik, yang bukan hanya banyak getah lama tapi juga akan muncul getah-getah baru…

Politik memang dunia yang bergetah. Dalam bacaan saya terhadap istilah ini, getah yang dimaksud bisa jadi soal godaan politik yang dahsyat. Ada politik uang, intrik liar hingga syahwat berkuasa yang meluap-luap sehingga kerap menghalalkan segala cara.

Di panggung politik, getah-getah bertebaran di setiap sudut. Dan semua partai politik sulit mengelak dari getah tersebut, termasuk PKS yang mencitrakan dirinya sebagai partai bersih. Dalam perjalanannya, PKS pada akhirnya terkena tetesan getah-getah tersebut. Kasus korupsi yang menimpa segelintir kadernya hingga konflik internal yang terjadi, seakanmengkonfirmasi kekhawatiran Dahlan Iskan.

Namun, di tengah tetesan getah yang kian deras tersebut, PKS ternyata tetap mampu bertahan. Bahkan menghelat regenerasi kepemimpinan tanpa gontok-gontokan, konflik, apalagi politik uang. Kalau mau jujur, kader PKS manusia juga. Mereka punya nafsu berkuasa. Padahal semua mahfum, jadi pimpinan di level pusat, provinsi, daerah hingga kecamatan semacam ‘tiket’ untuk jadi caleg atau kepala daerah.

Tapi itu semua ternyata bisa diredam sedemikian rupa. Apa kuncinya?

Pada 2014, Mantan Menristek di era Presiden Gus Dur, AS Hikam berkata:

“Manajemen kontrol kerusakan (damage control management) PKS patut diacungi jempol dan ditiru oleh partai lain. Ke depan, PKS bisa mengubah kekacauan menjadi keuntungan….”

Mengapa?

“Ini karena budaya politik PKS mengutamakan kepentingan organisasi ketimbang figur, memikirkan jangka panjang ketimbang jangka pendek…” kata Hikam lagi.

Suksesi kepemimpinan nir kegaduhan harus jadi tradisi partai manapun. Karena proses tersebut menjadi etalase sebuah partai yang dengan mudahnya dilihat oleh publik. Saat suksesi berlangsung lancar tanpa konflik, itu mencerminkan soliditas partai yang bermuara pada simpati publik.

Simak apa yang dikatakan Pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro beberapa tahun silam. Menurutnya, kesan positif harus diberikan untuk menarik kepercayaan publik.

“Sebab hanya partai solid dan tidak berkonflik yang akan mengundang kepercayaan publik,” tuturnya.

Dengan cara itu pula, angka golput atau publik yang apolitis akan berkurang.

Semoga…

Erwyn Kurniawan, S.IP
Sekretaris Kantor Staf Presiden (KSP) PKS
Pengurus Humas DPP PKS
Tenaga Ahli DPR RI

Tinggalkan komentar