Insiden Pembagian Zakat Pasuruan


Belasan orang luka-luka, 21 fakir miskin wanita lanjut usia dan janda renta meregang nyawa saat ribuan orang mengantre pembagian zakat di Desa Purutrejo, Purworejo, Pasuruan. Mereka meninggal dunia kerena terinjak-injak warga lain saat berebutan jatah uang Rp30 ribu dari keluarga H Syaikon. Salah satu penyebab insiden pembagian zakat yang berakibat meninggalnya 21 orang manula tersebut, karena ada sebagian masyarakat yang tidak percaya dengan lembaga amil zakat. Oleh sebab itu, masyarakat kemudian memutuskan untuk membagikan zakatnya secara langsung. Seperti yang dilakukan H. Syaikon Fikri (47), sejak 10 tahun lalu. Tak tanggung-tanggung, Syaikon menyiapkan Rp500 juta untuk agenda rutinitasnya ini.

Sebetulnya ada dampak negatif dari pembagian zakat secara langsung, yaitu:

1. Parade Kemiskinan. Barangkali kejadian ini merupakan sebuah akumulasi kebijakan pemerintah yang memberikan efek tidak mendidik, seperti BLT. Disana jelas ada kesamaan dan kemiripan dalam kekeliruan, yaitu praktek-praktek tentang parade kemiskinan di negeri ini. Inilah fenomena terburuk dinegeri yang mayoritas muslim.

2. Ketika dibayarkan sendiri, kita tidak tahu siapa yang sudah menerima dan siapa yang belum. Bisa jadi yang sdh dapat 30 ribu, mereka ballik lagi dengan ganti baju misalnya. Sehingga timbul kekacauan dan tidak tepat sasaran di sana.

3. Relatif jumlah yang diterima sedikit. Paling banyak 100 ribu. Padahal spirit dari zakat itu adalah ketika ia menerima zakat pada tahun ini, diharapkan tahun depan ia menjadi seorang muzaki, seorang pemberi zakat. Dalam kasus ini seharusnya para mustahiq ini diberikan modal kerja. Dan seharusnya yang miskin itu bukan datang, tetapi didatangi oleh si pemberi zakat. Karena disitu akan ada silaturrahim dan persaudaraan.

Bisa jadi karena mentalitas orang Indonesia, yang senang dengan gratisan, meskipun sebenarnya ia tidak berhak mendapatkannya. Padahal dalam Islam, untuk menjadi peminta-minta sangat dilarang. Kalau ini dilembagakan maka akan berbahaya, seperti di Aceh saat ini.

Indonesia sebagai sebuah Negara dan amil zakat sebagai sebuah lembaga, seharusnya membuat sebuah system sedemikian rupa, seperti pendataan yang baik dan pengaturan manajemen yang benar agar menghindarkan diri dari dampak negative seperti yang terjadi di Pasurauan. Maka yang paling bertanggung jawab pada kejadian tersebut adalah pemerintah, Presiden dan seluruh jajarannya.

Sementara itu disisi lain, keberadaan UU zakat posisinya masih sangat lemah, karena tidak mengatur standar nasional, bagaimana systemnya dan sangsinya jika tidak membayar zakat. Sangsi hanya ditujukan kepada penyelenggara amil zakat jika korupsi dan melakukan penyimpangan.

Bagaimanapun juga kejadian ini bukanlah sebuah kejadian incidential, tapi ini adalah kekeliruan systemik. Kejadian yang merupakan intropeksi untuk semua. Negara dengan systemnya, amil zakat dengan professionalitasnya. Jika mau menyalurkan secara direct sebaiknya kepada kerabat terdekat. Jika mau keluar, maka salurkanlah melalui amil zakat yang professional, yang akuntabilitas dan reportingnya jelas serta prioritaskan kepada pemberdayaan. Jika tanpa itu, maka berikutnya kita akan mengulangi lagi kesalahan serupa.(bbt)

Tinggalkan komentar