Tsabat di Jalan Dakwah


image

Oleh: Ustadz Irsyad Syafar, Lc, M.Ed

“Di antara orang-orang beriman itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjilkan kepada Allah; maka diantara mereka ada yang gugur, dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu, dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya),” (Terjemahan Surah Al Ahzab: 23).

pkscibitung [SB] – Jalan dakwah adalah jalan panjang yang berliku (Thawiilatul Madaa), tidak bisa dipatok dan diukur dengan hitungan tahun atau bahkan usia seorang dai. Walaupun seorang dai telah bekerja 25 tahun, maka kerja-kerja dalam jangka waktu tersebut belum bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan atau kegagalan. Sebab tabiat dakwah itu adalah melewati tahapan-tahapan yang panjang (Ba’idatul Maraahil). Kadang sudah melewati beberapa tahapan pun kemudian – karena situasi dan kondisi – bisa saja harus kembali ketahapan sebelumnya. Begitulah pertarungan Al Haq dan bathil. Tak pernah berhenti. Sampai Allah taqdirkan kemenangan bagi para dai. Perjuangannya di jalan dakwah penuh tantangan dan cabaran (Katsiiratul ‘Aqabaat). Tantangan itu bisa datang dari musuh yang jauh, juga bisa datang dari musuh yang dekat. Bahkan dirinya sendiri juga bisa menjadi perintang dalam dakwah.

Karena itu, seorang dai mestilah TSABAT dalam berdakwah. Tsabat yang dimaksud di sini adalah: “Seorang dai hendaknya senantiasa bekerja sebagai MUJAHID di jalan Allah yang mengantarkan pada tujuan, Betapa pun jauhnya jangkauan dan lamanya waktu, Sehingga ia bertemu dengan Allah dalam keadaan demikian, sedangkan ia telah berhasil mendapatkan salah satu dari dua kebaikan: meraih kemenangan atau syahid di jalan-Nya…”

Ada beberapa bentuk tsabat yang perlu dipersiapkan oleh para dai dalam berdakwah di era modern ini:

Tsabat menghadapi syubuhat yang meragukan, sehingga pikirannya bisa terpengaruh yang kemudian mengambil jalan lain atau berhenti berdakwah.
 
Tsabat menghadapan godaan yang menfitnah, baik berupa fitnah harta, tahta dan wanita, yang kemudian memalingkannya dari tujuan semula.
 
Tsabat menghadapi kediktatoran dan kezhaliman yang merajalela, yang membuatnya tidak sabar dalam bertahan, atau tidak tekun dan dan teliti dengan maraahilud dakwah, atau menempuh jalan-jalan ekstrim, atau bahkan mungkin putus asa dan akhirnya duduk berhenti berdakwah.
 
Tsabat dalam medan pertempuran yang kadang begitu ganas dan kejam, merusak citra dan nama baik, menjatuhkan harga diri dan kehormatan serta berbuat makar dengan memutarbalikkan realita.

Tsabat dengan perputaran hari dan waktu, yang kadang bisa membuat bosan karena suasananya yang menoton dan itu ke itu saja, atau membuat lengah karena terasa tak ada tantangan dan rintangan. Sehingga lama-kelamaan ia pun larut dan tenggelam dalam jebakan rutinitas harian manusia-manusia biasa.

Tsabat di saat tersedianya seluruh faktor kemenangan/kesenangan, saat kekuasaan mungkin ada ditangan, saat posisi sedang di atas, atau saat kebijakan berada dalam genggaman, sehaingga kadang-kadang terjadi tindakan isti’jal (terburu-buru) yang tidak memperhatikan sunnatutt tadarruj wat taghyir yang tetap membutuhkan waktu serta persiapan….

Dan bentuk-bentuk lain dari keteguhan seorang dai di jalan dakwah. Berat memang bertahan dalam sikap tsabat ini. Karena manusia cendrung punya tabiat mudah bosan dan cepat letih. Dan tabiat itu merupakan ciri hidup di dunia. Kalau di sorga kelak, manusia takkan ada bosan dan tak akan mencari-cari variasi lain. Hanya di sorga saja yang خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا (18:108) Mereka kekal di dalamnya, dan mereka tidak mencari alternatif yang lain… (Surah Al Kahfi: 108). Namun, inilah satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan kepada tujuan dengan janji imbalan yang besar dan pahala yang indah. Tak ada jalan lain…

Karenanya, dai membutuhkan pembaharuan suasana (تَجْدِيْدُ الْجَوْ) pembaharuan interaksi (تَجْدِيْدُ التَّعَمُّلاَتِ) agar tidak bosan oleh panjangnya perjalanan. Ini perlunya menambah pengetahuannya agar memberikan suasana baru. Dan sumber pengetahuan yang tidak pernah kering dan selalu baru, yaitu Al-qur’anul Karim.

Beberapa kiat berikut bisa digunakan untuk menguatkan keteguhan (tsabat) seorang dai di jalan dakwah:

Memperbanyak Doa kepada Allah, memohon keteguhan hati dan pandangan. Doa yang banyak dibaca oleh Rasulullah dan beliau juga memerintahkan agar umatnya banyak membaca doa ini

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Artinya: Rasulullah SAW banyak berdoa dengan doa, “Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamaMu.” (HR. Tirmidzi)

Membaca dan mentadabburi ayat-ayat Al-Quran, terutama kisah-kisah keteguhan para Nabi dan Rasul serta kaumnya yang beriman dalam menghadapi tantangan dakwah.

Menguatkan Keimanan dan meningkatkan Ketaatan kepada Allah dengan berbagai taqarrub amal shaleh, baik yang wajib maupun yang sunat.

Hubungan secara baik dengan para Sahabat dengan orang-orang soleh pendahulu melalui kisah-kisah perjalanan hidup mereka yang banyak tersebar di dalam hadits atau atsar. 
 
Termasuk kisah orang-orang shaleh kontemporer yang telah berjuang dengan gigih di jalan dakwah dan menutup hidupnya dengan husnul khaatimah.

Tarbiyah secara baik dan benar, disiplin dan teratur, agar terbentuk karakter yang kuat, patuh dan paham dengan langkah-langkah serta maraahilud dakwah.

Percaya dan yakin kepada pertolonan Allah, karena Allah pasti akan menolong hamba yang menolong agamaNya.

Kemudian lengkapi dengan membersihkan hati dari sikap ujub, takabbur, putus asa, cinta dunia dan nafsu syahawat, serta sikap meremehkan jamaah dan dakwah. Karena semua sikap ini akan bermuara kepada futur (terjatuh) dan insilakh (keluar) dari jalan dakwah…

Wallahu a’laa wa a’lam bishshawab…

• Materi terakhir Mukhayyam Quran dan Ruhiyah di Miri, Sarawak – Malaysia.
(kasurau.com)

Download Aplikasi PKS CIBITUNG on Android di link – https://play.google.com/store/apps/details?id=com.pks.cibitung

Tinggalkan komentar