Pelajaran Hidup Dari Pemulung Yang Pencinta Hewan


image

PKSCIBITUNG[SB] – Memaknai hidup dengan berbagai sesama makhluk ciptaan Allah membuat kehidupan pasangan ini selalu dilimpahkan keberkahan.

Walaupun berprofesi sebagai pemulung yang tinggal di bangunan triplek di kolong jembatan Kampung Melayu, Amat Arifin dan Novita, selalu berusaha membuat harinya bisa bermakna untuk orang lain ataupun hewan.

“Kami selalu mensyukuri apa yang Allah kasih. Makna hidup untuk kami berbagi dengan sesama, baik manusia ataupun hewan. Dengan begini walaupun hidup tanpa materi rasanya berkah saja, kami hanya ingin setiap harinya bisa bermakna untuk orang lain agar Allah selalu sneyum kepada kami,” kata Novi saat berbincang dengan Dream.co.id.

Dengan memegang prinsip itu, kini pasangan ini tak hanya berbagi tempat tinggal berdua melainkan bersama puluhan kucing.

“Kucing itu kesayangan Nabi dan Allah jadi tidak ada salahnya bila kami pelihara. Kami rela tidak makan asal kucing-kucing di sini mendapatkan makanan agar sehat terus,” ujar Novi sembari membasuh air matanya dengan baju.

Mereka melakukan aktivitas bersama di tengah tumpukan sampah kering hasil kerja mereka. Sampah memang menjadi teman akrab Amat dan Novi. Setiap hari, keduanya mengais botol plastik dan juga koran atau kardus-kardus bekas.

“Kami memulung dari Tebet, Kasablanka sampai Jatinegara. Kami melakukan aktivitas bersama di kolong jembatan ini,” tutur Amat.

Walau hidup dengan keterbatasan biaya, senyum dari wajah pasangan ini selalu terukir di wajahnya.

“Kami menikmati hidup seperti ini. Kami percaya Tuhan itu adil. Saya lebih baik sehari hidup dengan Rp 10 ribu bisa tidur nyenyak. Daripada Rp 10 juta tapi terlalu banyak pikiran,” ungkap pria kelahiran Kendal, 12 Mei 1953.

Dengan pendapatan yang terbilang pas-pasan, mereka mampu merawat dan memelihara 63 hewan peliharaan. Kucing dan anjing sebanyak itu didapat Amat dan Novi dari jalanan saat mereka memulung.

“Kami hanya membawa pulang kucing-kucing yang sakit kalau yang sehat kan masih bisa cari sendiri kalau sakit mereka yang harus dibantu,” kata Amat.

Saat ditanya tentang mengelola uang, mereka menjawab itu tidak sulit. “Kami misalkan dapat Rp 30 ribu ya beli beras dan lauk untuk kami dan kucing. Ya tidak sulit kami makan sesuai dengan pendapatan kami saja, kalau merasa cukup Insya Allah akan dicukupkan terus oleh Allah,” jawab Amat.

Nasi dan ikan salem selalu jadi menu makan siang dan sore kucing-kucing dan anjing di sana. Sedangkan untuk Amat dan Novi cukup dengan tempe dan nasi putih.

“Satu hari itu 2 liter beras, kalau buat kucing ikan salem soalnya amis mereka suka. Kami cukup tempe itu kan juga sehat, tidak kolesterol,” ujar wanita kelahiran Kediri, 20 Mei 1955.

Amat mengatakan cukup dengan bersyukur maka Tuhan akan memberikan jalan.

“Buat apa mengeluh, rezeki itu darimana saja apalagi sebenarnya hewan itu bisa berdoa juga ke Tuhan. Jadi kami tidak perlu takut rugi atau sakit semuanya sudah diatur Tuhan,” kata Novi.

Pola tingkah puluhan kucing ini seperti menjadi media penghibur saat keduanya stres. “Kalau malam capek tetapi becanda dengan kucing-kucing jadi hiburan buat kami, seperti mereka mengerti apa yang kami rasakan,” ungkap Novi.

Novi dan Amat berharap akan lebih banyak lagi masyarakat yang peduli dengan hewan tidak berdaya.

Amat berharap kucing atau hewan yang tidak berdaya di jalanan tidak diperlakukan dengan kasar. Semoga, kata dia, masyarakat bisa lebih peduli.

“Insya Allah kebaikan itu akan selalu dibalas. Kami juga berharap ada uluran tangan untuk kucing-kucing yang berada bersama kami, di musim penghujan ini pendapatan kami sedang kurang,” harap keduanya. (Dream)

Tinggalkan komentar