Mereka Rindu Sa’adudin


image

pkscibitung [SB] – Jumat pekan lalu saya menemani istri jalan-jalan ke desa Sarimukti kecamatan Cibitung. Walaupun masuk wilayah Cibitung tetapi desa ini secara geografis lebih dekat ke kecamatan Tambelang dan Tambun Utara.

Hamparan pesawahan masih terbentang luas dan komplek perumahan belum bermunculan sehingga masyarakat nya masih sangat homogen. 95 % penduduk desa itu asli betawi Bekasi.

Sepulang dari desa itu, kami mengambil jalan pulang ke kota Bekasi melalui jalur utara, jalan raya tambelang-gabus. Waktu menunjukkan pukul sebelas siang dan kami kembali melewati warung makan itu. Warung makan yang menyajikan menu khas Bekasi yaitu sayur gabus pucung. Warung itu terletak di ujung kampung. Perbatasan antar desa dengan latar pesawahan.

Hari itu adalah kali kedua kami makan siang di warung makan itu setelah sepekan sebelumnya. Menu yang disajikan ada semur jengkol, pepes ikan peda dan menu utama tentu saja sayur gabus pucung. Ketika singgah pertama kali, saya sempat berbincang-bincang dengan pemilik warung. Waktu itu obrolan tema tentang pemilu presiden.

Kesimpulan dari obrolan waktu itu, masyarakat masih sangat bergantung pada politik transaksional. Mereka masih berharap imbalan langsung ketika memutuskan memilih pemimpin. Disisi lain, mereka juga sadar bahwa memilih dengan berharap imbalan langsung akan berdampak buruk dimasa depan tetapi mereka abaikan hal itu.

Di kesempatan kedua itu, kami tidak  sendirian. Ada satu orang bapak-bapak berbaju rapi yang sedang makan siang di warung itu. Ia tengah asyik berbincang dengan bapak pemilik warung. Sementara si ibu pemilik warung sedang sibuk di dapur.

“Eh, kemarin saya ketemu Ustadz Sa’adudin bang. Disono di masjid kota wisata. Dia lagi nyender di tiang. Lagi anteng baca Al Qur’an.” Ucap bapak berkemeja rapi.

“Terus elu samperin kagak ?” Balas bapak pemilik warung.

“Ya nyamperin lah. Kapan lagi ketemu dia.”

“Elu sampein salam dari gua kagak ?”

“Nah itu dia. Saya lupa nyampein bang.”

Sepertinya mereka sedang memperbincangkan ustadz Sa’adudin Mardjuki, mantan bupati Bekasi yang kini terpilih menjadi anggota DPR RI.

“Sa’adudin mantan bupati Bekasi maksudnya pak ?” Sela saya.

“Lah iya mas. Sa’adudin yang mana lagi atuh. Lah iya dia. Temen saya itu. Banyak jasanya buat Bekasi. Sayang banget dah ah. Umurnya pendek mimpin Bekasi. Coba dah kalo dua periode, udah jauh lebih maju nih Bekasi.” Ucap bapak berbaju rapi.

“Iya pak. Sekarang dia lolos jadi DPR. Lah orang sini awalnya gak tahu dia mau nyalon DPR. Sepi-sepi bae. Nih, yang laen mah bagi-bagi duit banyak. Dia mah cuma naro baliho tuh di pinggir jalan. Lah emang kata dasarnya udah demen,  Tetep beh banyak yang nyolok dia.”

“Berarti dia bagus dong pak ?” Tanya saya.

“Lah bagus pak. Zaman dia mah. Kalau ada yang meninggal dapat santunan dua juta. Kan lumayan buat tahlilan. Ya biar kata gak langsung. Biar kata nunggu diproses tapi kan ada harepan. Jadi nya pinjem-pinjem geh dipercaya. Lah ama bupati sekarang di ilangin. Kasihan orang kecil.”

“Oh gitu pak. Jadi sekarang gak ada ya santunan kematian ?”

Dua porsi sayur gabus pucung, lengkap dengan nasi dan teh tawar dihidangkan. Menambah asyik obrolan siang itu. Dilengkapi pula hembus angin dari pesawahan.

“Iya gak ada. Bukan itu aja. Sekarang honor buat pengurus masjid juga ilang lagi.”

“Emang zaman Sa’adudin ada pak ?”

“Lah ada mas. Zaman dia, yang ngajar ngaji di masjid udah kayak PNS. Tiap tanggal muda ambil honor. Ya gak banyak sih, tapi lumayanlah buat beli beras.”

“Salah orang-orang kampung juga sih Pak. Mau aja milih bupati pake uang sogokan. Ya jadinya kayak sekarang ini.” Sambung bapak berbaju rapi.

Jam menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Isi piring telah dihabiskan. Andai hari itu bukan hari jum’at, mungkin obrolan terus berlanjut.

Saya dan istri pamit. Begitupun bapak berbaju rapi. Kami tidak sempat berkenalan nama tetapi obrolan siang itu penuh makna.

Mereka merindukan sosok pemimpin yang mengayomi. Pemimpin yang bukan hanya mengurusi urusan dunia tetapi juga urusan akhirat.

Penulis : Enjang Anwar Sanusi
Akun twitter : @enjang_as

Tinggalkan komentar