DIBALIK KEBARUAN PKS


DIBALIK KEBARUAN PKS
(Analisis Perspektif Teori Perubahan Organisasi)

Oleh: Helmi Al Djufri, M.Si.

Organizational Change Theory yang digagas oleh Anderson & Ackerman, menjelaskan tiga tipe perubahan organisasi: 1) developmental change, 2) transitional change, dan 3) transformational change.

Masing-masing tipe perubahan memiliki target, arah/tujuan dan indikatornya. Tentunya perubahan dalam teori ini merupakan perubahan yang direncanakan, terukur dan penuh dengan strategi. Bukan perubahan yang mendadak/ atau tanpa rencana.

Salah satu faktor terkuat yang memengaruhi perubahan organisasi adalah perubahan yang terjadi di luar lingkungannya: budaya, teknologi, sosial, politik, ekonomi, pasar. Dan perubahan yang terjadi di dalam; adanya peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia di dalam organisasinya, yang akhirnya organisasi harus menyesuaikan dirinya dengan perubahan tersebut tetapi tanpa menghilangkan jati diri.

Organisasi yang secara tanggap mampu beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan akan dengan mudah menguasai & memahami kebutuhan masyarakat, serta dapat menangkap harapan masyarakat, termasuk mampu membaca tantangan, peluang dan hambatan yang akan dihadapinya di masa datang, Anderson & Ackerman menyebutnya dengan #warning_call.

Di antara tiga perubahan tersebut, #developmental_change merupakan tipe perubahan organisasi yang banyak diharapkan oleh suatu organisasi, baik perusahaan, lembaga pemerintahan, NGO dan partai politik. Karena tipe ini menargetkan adanya peningkatan dari sisi kuantitas dan kualitas, sebagai konsekuensinya setiap target yang dicanangkan harus terus dikontrol pertumbuhannya dengan alat ukur yang valid, sehingga indikator keberhasilan #developemental_change dapat dikatakan berhasil.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Munas V-nya pada tanggal 26-29 November 2020 di Bandung, memperlihatkan sebuah citra adanya perubahan organisasi. Jika dianalisis dari teori perubahan organisasi, PKS menetapkan organisasinya mengambil langkah developmental change, sebagaimana yang ditegaskan Presiden PKS Ust. Ahmad Syaikhu dalam orasi politiknya, PKS menargetkan 15% perolehan kursi DPR tahun 2024.

Target ini tentunya dapat dikatakan terukur atau juga utopis, tergantung sejauhmana PKS mengawal indikator keberhasilan perubahan di setiap bulannya. Namun, jika melihat kebaruan PKS yang ditampilkan pada Munas V, bukan saja target 15% yang cukup menarik perhatian, tetapi juga perubahan Mars, Hymne, Logo, Jas, dan yang lebih utama adalah perubahan komposisi kepengurusannya, yakni hadirnya kelompok intelektual generasi muda dalam struktur DPP PKS 2020-2025. SDM merupakan kunci utama keberhasilan dalam mengawal target perubahan ke arah kemajuan.

Penulis tidak melihat kebaruan dalam PKS sebagai perubahan transitional ataupun transformational, karena PKS mampu melakukan perubahan tanpa adanya penolakan dari dalam organisasi maupun tekanan dari luar. PKS dapat dengan mudah menghadapi perubahan tersebut secara matang & terkendali, bahkan mendapat dukungan besar dari kader dan simpatisannya, yang mana perhatian positif tersebut disambut dengan optimisme politik konstruktif untuk melayani rakyat dengan melihat ke bawah, dan pandangan kritis ke luar (pemerintahan) yang dalam bahasa Ust. Ahmad Syaikhu PKS sebagai oposisi konstruktif.

Dari analisis perubahan organisasi PKS, kebaruan tersebut juga sekaligus menegaskan PKS tidak menganut teori patron client dalam ilmu politik, maupun oligarki dan manajemen konvensional yang menjadi faktor penghambat kemajuan. PKS tetap dengan citranya sebagai organisasi modern, terbuka dan adaptif terhadap perubahan jaman.

Developmental change yang diterapkan PKS dapat dilihat juga dari awal berdirinya Partai tersebut (dahulu PK), dari Pemilu 1999 sampai 2019, perolehan suara nasional PKS di DPR mengalami peningkatan, inilah salah satu indikator perubahan yang dialami PKS merupakan perubahan ke arah maju.

**Penulis: alumnus peminatan Kajian Stratejik Pengembangan Kepemimpinan-PKN, SKSG UI (2015).

Tinggalkan komentar