BKKBN: PERILAKU PACARAN REMAJA MENGKHAWATIRKAN


[pkscibitung/SB]-BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai, perkembangan isu remaja khususnya perilaku remaja akhir-akhir ini sudah mengindikasi ke arah perilaku beresiko. Hal tersebut terlihat berdasarkan Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRR) 2012 yang dilakukan oleh BKKBN.

Dalam survei tersebut terungkap banyak remaja yang tidak mengetahui situasi masalah kesuburan. Bahkan terungkap, sebanyak 85 persen remaja mengaku sudah pernah berpacaran dan 30 persen remaja sudah pernah meraba-raba dalam berpacaran.

“Ini situasi semakin mengkhawatirkan. Ternyata banyak remaja yang tidak tahu situasi masalah kesuburan. Mereka tidak tahu tapi keinginan untuk mencoba sangat tinggi. Dari survei tersebut 30 persen remaja sudah meraba-raba. Ini pasti akan berlanjut lagi jauh,” kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Soedibyo Alimoeso, di sela seminar membahas hasil SKRRI (Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia) 2012 di Jakarta, (7/11).

Sudibyo menambahkan, akhir-akhir ini berbagai tayangan media yang memberitakan perilaku seks bebas remaja, konsumsi alkohol dan narkoba serta perilaku lainnya kearah perbuatan kriminal. Satu contoh berita di televisi tentang pelajar SMP di Jakarta membuat video tindakan mesum di sekolah dan disaksikan oleh temannya.

“Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan seksualitas itu menjadi kebanggaan. Mereka ingin melakukan pembuktian. Menurut saya ini sudah di luar batas kepatutan. Tanggung jawab orangtua itu penting. Saya khawatir perilaku seperti itu karena intensitas/kualitas komunikasi antara orangtua dan anak makin berkurang,” katanya.

Ia menyayangkan, berdasarkan SKRRI 2012, beberapa perilaku berpacaran remaja yang belum menikah sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 29,5 persen remaja pria dan 6,2 persen remaja wanita pernah meraba atau merangsang pasangannya. Sebanyak 48,1 persen remaja laki-laki dan 29,3 persen remaja wanita pernah berciuman bibir. Sebanyak 79,6 persen remaja pria dan 71,6 persen remaja wanita pernah berpegangan tangan dengan pasangannya. Bahkan dalam survei tersebut juga terungkap, umur berpacaran untuk pertama kali paling banyak adalah 15-17 tahun, yakni pada 45,3 persen remaja pria dan 47,0 persen remaja wanita. Dari seluruh usia yang disurvei yakni 10-24 tahun, cuma 14,8 persen yang mengaku belum pernah pacaran sama sekali.

“Remaja ini adalah masa depan. Remaja di Indonesia ada sebanyak 43,6 juta (19 persen) dari jumlah 237 juta jiwa penduduk. Jumlah ini besar dengan berbagai permasalahan yang sangat kompleks. Untuk menyelesaikan permasalahan ini dibutuhkan pendekatan yang secara khusus,” katanya.

Adapun salah satu upaya BKKBN adalah melalui program Generasi Remaja (Genre), dimana program tersebut membantu remaja dalam menghadapi permasalahan hidupnya saat ini dan merencanakan masa depannya secara matang. Perlu komitmen dan dukungan semua pihak. Penggarapan program Kesehatan Reproduksi Remaja harus menjadi perhatian semua pihak. Bukan hanya BKKBN.

Pada 2014, lanjut Sudibyo, BKKBN akan melakukan kegiatan inovatif untuk remaja, di beberapa provinsi. Kegiatan ini akan menyentuh usia SMP. Sebab ternyata usia aktif secara seksual itu dimulai dari usia SMP, bukan cuma SMA yang energinya memang sedang tinggi-tingginya. Ia tidak memungkiri di masyarakat ada resistensi atau pertentangan atas pendidikan kesehatan reproduksi. Beberapa kalangan menganggap, semakin diberi tahu maka anak-anak remaja akan semakin penasaran dan akhirnya mencoba-coba perilaku seksual yang beresiko.

“Padahal penelitian di banyak negara menunjukkan bahwa ketika para remaja banyak tahu tentang kesehatan reproduksi, termasuk resiko yang dihadapi bila melakukan perilaku seksual yang tidak sehat, para remaja justru cenderung menjauhinya. Pendidikan tentang kesehatan reproduksi akan lebih mudah diterima masyarakat dibandingkan strategi lain misalnya menyediakan akses kontrasepsi bagi remaja yang perilaku seksualnya beresiko, sebagaimana dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” kata Sudibyo.

Pendidikan tentang kesehatan reproduksi akan lebih mudah dilakukan pada remaja dibandingkan para orang tua. Karenanya ia berharap, orang tua dan remaja pada satu kesempatan bisa berkumpul, bersama-sama berdiskusi tentang hal itu.

Sumber : jurnas.com
image

Posted by: SahabatBaik

Tinggalkan komentar